Pencegahan dan Kesiapsiagaan PB Kawasan Gunung Api (Merapi) Tahun 2017
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dibentuk melalui Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Lain Daerah Provinsi Jawa Tengah. Semakin kompleksnya bencana dan situasi kedaruratan mendorong Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Tengah untuk membangun system penanggulangan bencana yang handal, sebagai landasan dari Pembangunan system penanggulangan bencana Melalui UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Perda Nomor 11 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Provinsi Jawa Tengah.
Undang-undang nomor 24 tahun 2007 membawa 3 (tiga) perubahan mendasar dalam pergeseran paradigma (Pandangan) dan fokus perhatian.
- Dari tanggap darurat ke pengurangan risiko bencana; (reaktif ke preventif);
- Kebencanaan bukan merupakan hanya tanggungjawab pemerintah, sekarang menjadi urusan bersama, Pemerintah, Masyarakat dan Pemangku kepentingan lainnya.
Kalau kita melihat sejarah meletusnya Merapi, sampai dengan saat ini Merapi telah meletus sebanyak 68 kali. Letusan Merapi yang berdampak besar terhadap kehidupan masyarakat terjadi pada :
- Tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu, dan menyebabkan pusat Kerajaan Mataram Kuno harus berpindah ke Jawa Timur.
- Letusan pada bulan November 1994 menyebabkan luncuran awan panas ke bawah hingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban 60 jiwa manusia.
- Letusan 19 Juli 1998 cukup besar namun mengarah ke atas sehingga tidak memakan korban jiwa.
- Letusan pada Tahun 2001-2003 berupa aktivitas tinggi yang berlangsung terus-menerus.
- Letusan Tahun 2006 menelan dua nyawa sukarelawan di kawasan Kaliadem karena terkena terjangan awan panas.
- Letusan terbaru pada bulan Oktober dan November 2010, memakan korban nyawa 273 jiwa, bersifat eksplosif disertai suara ledakan dan gemuruh yang terdengar hingga jarak 20–30 km. Diperkirakan juga memiliki kekuatan yang sama pada letusan Tahun 1872 karena pada tahun ini dianggap sebagai letusan terkuat dalam catatan geologi modern dengan skala VEI (Volcanic Explosivity Index) mencapai 3 sampai 4.
- Yang perlu diingat dan diketahui bahwa Letusan terkuat dan terbesar sepanjang sejarah Merapi adalah letusan pada Tahun 1006, Tahun 1872, Tahun 1994, dan Tahun 2010. (Sumber Data : Ahli Botani & Geologi Franz Wilhelm Junghuhn; BPPTKG Yogyakarta; United States Geological Survey; dan Kementerian ESDM).
Pengelolaan risiko bencana Merapi yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh Komunitas Merapi di KRB Merapi sedikit banyak dipengaruhi oleh perspektif warga terhadap risiko bencana merapi. Warga menganggap Gunung Merapi bukan ancaman dan erupsinya adalah berkah untuk kehidupan. Pengelolaan risiko bencana oleh komunitas KRB dilakukan berdasarkan olah rasa dengan mengingat atau “niteni (ilmu titen), tanda-tanda alam sebagai bentuk kearifan lokal dan mengikuti instruksi dari pemerintah setempat untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman ketika terjadi erupsi atau letusan.
Oleh karena itu penting sekali menjaga kerjasama yang harmonis, dan koordinasi antar komunitas KRB III Gunung Merapi di 3 (tiga) Kabupaten. Adapun manfaat utamanya adalah sebagai wujud Kewaspadaan Dini Masyarakat, adanya dukungan spirit antar masyarakat di KRB III, serta secara tidak langsung masyarakat yang tinggal di KRB III saling menjaga kekompakan, bertukar informasi, dan bersama mengelola risiko terhadap ancaman Gunung Merapi.
Perlu diingat bahwa semakin tercipta rasa memiliki, melindungi, dan menjaga kekompakan antar masyarakat di KRB III maka kekuatan atau kapasitasnya akan naik, dan otomatis kerentanan-kerentanan yang ada dimasyarakat dapat diminimalisir dan dikurangi.
Untuk mewujudkan ketentraman, ketertiban, dan perlindungan masyarakat perlu dilakukan upaya-upaya kesadaran dan kerjasama semua pihak baik oleh masyarakat maupun pemerintah dengan melakukan upaya-upaya preventif untuk melakukan pengawasan dan perlindungan secara menyeluruh.
Dalam rangka mendukung hal di atas, maka BPBD Provinsi Jawa Tengah konsen terhadap kegiatan PB Kawasan Merapi, Bekerjasama dengan BPBD Kab. Boyolali, BPBD Magelang, dan BPBD Klaten, serta menggandeng semua elemen masyarakat yang tinggal di KRB III Merapi.
Diharapkan dengan adanya kegiatan ini dapat memunculkan Peningkatkan kemampuan/kapasitas masyarakat dan aparatur, Pengurangan Kerentanan dan Ancaman Bencana bagi aparat pemerintah daerah dan masyarakat daerah rawan bencana melalui Lokalatih Pengurangan Risiko Bencana (PRB).
Manfaat utama kegiatan ini adalah agar warga masyarakat tetap dapat hidup aman, selamat dari ancaman bencana (Living in Harmony with Disaster) serta terwujudnya peran dan aktif masyarakat dari responsif menjadi preventif (mencegah), dan tanggap darurat menjadi pengurangan risiko bencana.
Maksud dilaksanakannya kegiatan ini adalah :
- Peningkatkan kemampuan / kapasitas masyarakat dan aparatur;
- Pengurangan Kerentaanan dan Ancaman Bencana bagi aparat peme-rintah daerah dan masyarakat daerah rawan bencana melalui Lokalatih Pengurangan Risiko Bencana (PRB).
Keluaran dari kegiatan ini adalah :
- Meningkatnya Kapasitas, Kesadaran, Kepekaan, Aparat dan Masyarakat terhadap meningkatnya ancaman Bencana di wilayahnya;
- Tersedianya Masyarakat dan aparat pemerintah yang terlatih untuk melakukan Pengurangan Risiko Bencana serta koordinasi untuk menghadapi ancaman dan Risiko bencana dengan pihak terkait bencana di wilayahnya dan Terlaksananya kegiatan Pencegahan dan Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Kawasan Gunung Berapi di Jawa Tengah.
Kegiatan Pencegahan dan Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana (PB) Kawasan Merapi dilaksanakan selama 1 hari, yang bertempat di Gedung Shelter Merapi Merbabu, Jl. Prambanan – Manisrenggo, Ds. Kebon Dalem Lor, Kec. Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah 57454.
Narasumber :
- BPPTKG Yogyakarta;
- Kalaksa BPBD Magelang, Kalaksa BPBD Klaten, dan Kalaksa BPBD Magelang;
- Tokoh/Penggiat Kemanusiaan/Radio Komunitas Merapi (Kab. Boyolali, Kab. Klaten, Kab. Magelang);
Peserta :
- Peserta dari KRB III Magelang sebanyak 65 orang;
- Peserta dari KRB III Klaten sebanyak 65 orang;
- Peserta dari KRB III Magelang sebanyak 50 orang.
- Rincian peserta terdiri dari Aparat Desa, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Relawan, Karang Taruna, para penyandang Disabilitas, dan Organisasi Disabilitas.
Kepala BPBD Provinsi Jawa Tengah (Kalakhar) Sarwa Pramana SH.,M.Si menekankan dan berharap kepada masyarakat KRB III Merapi (Boyolali, Magelang, dan Klaten) bahwa diminta untuk cerdas dalam menerima segala informasi yang berkaitan dengan isyu-isyu Merapi, pada saat bencana itu datang BPBD Kabupaten terdampak Merapi diminta untuk mendorong masyarakat dalam respon cepat upaya penyelamatan ke tempat yang lebih aman. Ditambhakan oleh beliu segala sesuatu yang berkaitan dengan aktifitas warga Desa harus ditinggalkan dahulu, utamakan menyelamatkan nyawa, karena bencana tidak mengenal batas administrasi wilayah.