rapat koordinasi dengan tema Kesiapan Menghadapi Ancaman Kekeringan tahun 2018
BPBD Provinsi Jawa tengah melaksanakan rapat koordinasi dengan tema Kesiapan Menghadapi Ancaman Kekeringan tahun 2018 diselenggarakn pada hari Selasa 03 Juli 2018, pukul 11.00 WIB di Ruang Rapat Gedung A Lantai IV BPBD Provinsi Jawa Tengah Jalan Imam Bonjol 1 F Semarang. Rapat Koordinasi dibuka secara resmi oleh Kalakhar BPBD Provinsi Jawa Tengah serta pengarahan oleh Gubernur Provinsi Jawa Tengah, dengan dihadiri oleh 165 peserta, terdiri dari Kepala Pelaksana dan Pejabat Struktural BPBD dari 33 Kab/Kota di Jawa Tengah.
Maksud dan tujuan kegiatan adalah meningkatkan kesiapan Pemerintah Jawa Tengah dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana khususnya dalam rangka menghadapi bencana kekeringan dan menjalin kebersamaan para penggiat PB di BPBD se Jawa Tengah. Rapat Koordinasi dilaksanakan dengan metode pemaparan materi terkait dan dilanjutkan dengan diskusi/tanya jawab.
Adapun pengarahan yang dilakukan oleh Gubernur Provinsi Jawa Tengah (H. Ganjar Pranowo, SH, M.IP) antara lain bahwa selama ini hubungan antara BNPB dan BPBD terjalin dengan semangat Esprite de corp, yang artinya dapat terselenggaranya integrasi dalam penanggulangan bencana dan pelayanan kepada masyarakat. Aktivitas Gunung Merapi yang selama 2 bulan ini pada level waspada tingkat 2 harus sama-sama kita antisipasi terutama di 3 Kabupaten di Jawa Tengah yaitu Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten. Tugas dan kewajiban dari BPBD adalah OPD pertama yang harus siap siaga dalam Penanggulangan Bencana di wilayah Jawa Tengah. Untuk mengantisipasi bencana kekeringan perlu adanya kerjasama dengan BMKG dalam memperoleh informasi bahaya laten kekeringan di beberapa daerah di Jawa Tengah. Televisi dan Media Sosial seperti instagram, twitter dan facebook digunakan sebagai media untuk sarana komunikasi dan sumber informasi pertama dalam proses penanggulangan bencana. Pelayanan publik dalam hal ini adalah pelayanan kepada masyarakat harus siap siaga memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dalam proses penanggulangan bencana.
Kepala Bagian Penyusunan Program dan Anggaran 1 BNBP (Yus Rizal, DCN, M Ep id) menyampaikan dalam paparan nya antara lain keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) ini menjadi salah satu unsur penghambat dalam proses penanganan penanggulangan bencana, sehingga dipelukan SDM yang tangguh dan berjiwa kemanusian yang tinggi guna tercapainya pelayanan prima kepada masyarakat. Dukungan BNPB pada Penanganan Darurat Bencana antara lain Dalam hal keterbatasan SDM, logistik dan peralatan yang dikerahkan oleh Kepala BPBD, BNPB dapat membantu melalui pola pendampingan. Bantuan diberikan atas permintaan BPBD atau atas inisiatif BNPB Pendampingan, bidang teknis, administrasi, peralatan dan pendanaan. Persyaratan Permohonan Bantuan DSP. Laporan disampaikan BPBD wilayah terdampak ke BNBP paling lambat 3 x 24 jam, Ada penetapan status keadaan darurat bencana oleh Bupati/ Walikota/ Gubernur, Surat permohonan yang ditujukan ke Kepala BNBP, Dilengkapi rencana kegiatan yang memuat batas waktu penyelesaian kegiatan, RAB dan Kajian Teknis. Adapun Kegiatan yang dapat dibiayai DSP antara lain Kegiatan pokok, Kegiatan Pendukung operasi. Prosedur Penyaluran DSP melalui Proses persetujuan, Disalurkan setelah ada persetujuan Kepala BNBP, Waktu penyaluran bantuan DSP disesuaikan dengan ketersediaan UP DSP, Penyaluran bantuan DSP untuk BPBD Kab/Kota/Provinsi harus dilengkapi dengan perjanjian kerja. Prosedur Penggunaan DSP antara lain DSP digunakan selama masa keadaan darurat bencana berlangsung, Keadaan darurat tersebut mendapat persetujuan Kepala BNBP, Laporan perkembangan pelaksanaan penggunaan DSP, Penyelesaian pertanggungjawaban bantuan DSP paling lambat 3 bulan setelah masa status keadaan darurat, Pengadaan barang/jasa harus dilabel.
Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTKG (Dr. Agus Budi Santoso, MSc)menyampaikan dalam paparannya bahwa penilaian multi hazard jangka panjang di Gunung Merapi menggunakan event tree, disusun dari sejarah letusan Gunung Merapi sejak 1768 hingga tahun 2014. Sepanjang tahun 1768-2014 terjadi 19 kejadian erupsi freatik. Energi letusan terbesar terjadi pada letusan tanggal 11 Mei 2018 07.40 (kolom asap 5.500 m) dan 1 Juni 2018 08.20 (kolom asap 6.000 m), sedangkan letusan yang lain merupakan degassing kontinyu yang terakumulasi dan energi letusan ini terhitung kecil. Letusan-letusan freatik yang terjadi sejak 2012 hingga Mei 2018 bersumber dari akumulasi gas dan tidak melibatkan material magma yang kental. Skenario disampaikan saat penyusunan Rencana Kontijensi BPBD Lingkar Merapi 2017 antara lain : Pola umum mengikutipola erupsi paska 1872, Fase 1 : Penghancuran sumbat lava dengan erupsi vulkanian VEI = 1-2, Fase 2 : Pertumbuhan kubah lava mencapai 10 juta m3, Fase 3 : Tebing kawah lava 1948/1998 longsor, Fase 4 : Kubah lava runtuh menghasilkan awan panas sejauh 8 km, Fase 5 : Terjadi hujan dengan intensitas tinggi menimbulkan lahar sungai yang berhulu di Merapi, Kriteria Peningkatan tingkat aktivitas Gunung Merapi dan kegiatan mitigasinya yaitu pada level normal, waspada, siaga dan awas.
Kesimpulan dari kegiatan tersebut adalah BPBD Provinsi Jawa Tengah dan BPBD Kab/Kota se Jawa Tengah telah siap dalam menghadapi ancaman bencana kekeringan; BNPB mendukung BPBD Provinsi Jawa Tengah maupun BPBD Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dalam penganggaran penanganan bencana kekeringan; Perlu adanya pelayanan yang prima berbasis teknologi dalam penanggulangan bencana; Letusan-letusan freatik Gunung Merapi terjadi sejak 2012 hingga Mei 2018 bersumber dari akumulasi gas dan tidak melibatkan material magma yang kental.